Pages - Menu

Minggu, 01 Maret 2015

CERPEN

Genre: Comedy, Friend
ALAN BUKAN ALAY


Allooo. Siapa di sana?’ Bunyi itu mengagetkan Alan. Bukan, bukan bunyi yang dihasilkan suara tersebut. Melainkan bunyi ‘PLUNG’ yang keras sampai bikin mudnya Alan terganggu. Alan sudah mau tidur, mengistirahatkan tubuhnya yang sibuk beraktivitas seharian.
            ‘Alan. Kamu?’ Ia membalas cepat pesan yang mengganggu layar berandanya. Fesbuk jadi pilihan pertama untuknya bermain di dunia maya meski bakal ditinggal tidur.
            ‘Aku? Siapa aku? Kamu nanyain aku? Pengin tahu siapa aku nih? Oououooo, aku kasih tahu nggak yaaa’
Panjang dan bikin sewot. Alan menggerutu dalam hati, siapa yang ngajak obrolan juga!
            PLUNG. Tadi Alan sengaja mengacuhkannya, dan baru tiga menit kemudian obrolan itu muncul lagi.
            ‘Hadududuh.... Marah nih ye. Maaf deh. Aku, Aku. Salam kenal!’ Rasanya Alan pengin off daripada menanggapi omongan nggak jelas dari pemilik akun aku di seberang sana. Ia menilik nama di garis biru atas pada kotak kecil tempat ia mengobrol. Tertera di sana, Qkkkuuu ssi AkuPenjuchaKo0micBingitts.
            ‘Alay’ Maksud menyimpan dalam hati namun jarinya yang berbicara. Ia segera menambahkannya, ‘Maksudku namaku Alan’
            ‘Iyya. Iyya. Aku ngerti kok. Betewe, tinggal di bagian bumi mana nih?’ Ada tambahan emotikon di belakang pesan, wajah yang meletin lidah tepatnya.
            Obrolan itu berlanjut hingga satu jam sejak awal mulai tadi. Aku-entah siapa nama aslinya-sebenernya asyik, gokil dan enak diajak ngomong. Ia bisa tahu apa saja yang ditanyain oleh Alan. Mungkin karena keduanya memiliki kekaguman yang sama. Mereka sama-sama tertarik pada rapper Suju, boyband asal negeri dengan keberhasilan besar untuk surgery plastic. Yang bikin para aktornya punya wajah mentereng itu loh...
            Lampu di luar kamarnya berganti dengan lampu yang lebih redup. Menggunakan cahaya yang dipancarkan hiasan dari pigura bergambar ka’bah. Alan melihat jam dindingnya yang tertempel di atas pintu. Aish, sudah jam sebelas tiga puluh pi em rupanya.
            ‘Hampir tengah malam. Aku op’
            ‘Hei. Muana salam perpisahannya? Cipika cipiki dung ya?’
            Twitch. Satu kedutan muncul di dahi Alan. Ini orang emang enak diajak chating, tapi lebaynya kebangetan. Ia sempat melihat satu pesan lagi dari si Aku, ‘Oukay, muimmpiiii uiindiaaah eaaa’
            Alan hanya berharap, di mimpinya ia tidak bertemu dengan orang setipe si Aku. Ya, orang ini memang masih ngotot bernama Aku.
***
            Matahari sudah menguning. Seakan bangga dengan cahayanya yang mampu menguasai alam. Hangatnya matahari itu belum mampu membangunkan tidurnya Alan, karena ini akhir minggu. Ia berencana untuk tidur sampai jam sembilan menuju siang.
            Drrrrt. Drrrrt. Drrrrt. Ponselnya bergetar. Alan tidak mendengar.
            Drrrrt, diiringi piano yang mengalir pelan, kemudian sebuah nyanyian...
            Saa ho wo susumeyo, Boku tachi no, Ikiru akashi wo sagashite­­
Juupun sugiru kirai, kako wa zurai tohou ni, kureta hibi­­­—1
‘Hallo?’ Alan menyerah. Ia nggak bisa terlalu lama membiarkan Eunhyuk-rapper Suju- bernyanyi untuknya. Ia selalu merasa bahwa Eun sedang memberikan wejangan khusus untuknya setelah konser selama empat jam penuh. Aneh memang, namun itulah perasaan Alan. Tapi ups, jangan berimajinasi terlalu liar ya? Alan nggak punya feel ‘nananina’ ke Eun kok. Aku cowok tulen, ia bersumpah ia hanya seorang fans, fans yang selalu mengintip kehidupan Eun.
‘Hallo?’ Nggak ada respon. Ia melirik layar ponselnya, no name, hanya ada dua belas angka yang artinya belum tertera di kontaknya.
‘Hallo? Siapa ini?’
‘Hallo?’ Masih suara Alan.
“Hei, ngehina ya? Tahu kok, aku tuh orang biasa. Orang yang sampai nggak enak sendiri buat ngebuang pulsa. Mending amal pulsa deh kamu ke aku! Gangguin tidur orang aja! Seneng ya?!” Alan misuh-misuh.
“Eeeeeehhh??? Wuakakakakak, muaaf yuaa brooo. Uaku ngguak tuau kualuau kuamu luagi tuidurr. Huehehe” Translit, maaf ya bro. Aku nggak tahu kalau kamu lagi tidur. Hehehe...
Ada apa dengan hariku? Kenapa alayers malah memburuku? Permainan apa yang sedang berlangsung?, Alay eh Alan membatin. Ia segera bersujud tiga kali dan berdoa, Ya Allah. Apakah Engkau marah padaku? Engkau tahu kalau sebenarnya aku sebal pangkat seribu sama orang alay. Inikah karma atas ucapanku yang keterlaluan? Maafkan aku Ya Allah...
Tapi BOHONG! Nggak mungkin Alan bakal berbuat hal kayak gitu. Sebaliknya, ia langsung mengambil tindakan positif-menurutnya-untuk si stimulus dan si reseptor berupa reject panggilan masuk. Stimulus, ya penelepon tadi, Alan memberikan pelajaran padanya bahwa tidak setiap orang menyukai ke’alay’an. Ia suka bersikap wajar layaknya manusia pada umumnya. Lalu reseptor, tentu Alan, Ia nggak mau dijadiin korban kegajean orang nggak waras di lingkungannya, juga ia nggak mau telinganya jadi; merah, terbakar dan keluar asap yang menyebabkan gangguan berupa penurunan sensitifitas auditori bersifat sementara. Aih...
            Ia juga beranggapan bahwa hal yang akan dilakuinnya adalah positif karena akan mengumpulkan banyak energi untuk pikirannya. Alan kembali tidur.
            Zzzz....
***
            Bisa jadi Alan memang terkena kerusakan anatomi pada telinganya. Tadi sore ketika ia makan nasgor setelah bangun dari tidur panjangnya, Mamanya berdehem banyak kali. Alan mengira Mamanya terserang batuk. Karenanya ia menyodorkan gelas minumnya, tidak sedikitpun berniat melihat wajah sang Mama tercinta. Mamanya kembali beraksi, beliau mengetukkan meja makan keras. Kalau boleh hiperbola sedikit, itu rumah susun milik keluarga Alan akan muncul di berita dengan headline ‘Ajaib! Rumah susun roboh karena ulah seorang Mama yang menghasilkan ketukan dengan skala 8 richter.’
            Kembali ke Alan. Ia benar-benar nggak merasa aura hitam yang mulai membungkus tubuhnya. Bahkan ia bertanya, ‘Mama lagi caper ya? Kesepian kan ditinggal papa ke Bogor? Bisa ku bantu?’ BRAK! Alhasil, Alan dapet hadiah besar dari mamanya.
“Huh, semuanya karena alay! Gara-gara alay aku dimarahin mama! Gara-gara alay aku disuruh ngepel rumah! Gara-gara alay juga aku nggak bisa tidur! Gara-gara alay, terbuang sudah waktu berhargaKU!” Alan membuang kain pelnya ke sudut dinding. Ia berdiri lalu berjalan. Menendang ember tempat ia memeras kain pelnya. Beberapa detik kemudian, ia kembali jongkok dan mengisi ember dengan air bersih, mengambil kain pelnya. Lalu ia mulai mengepel lagi.
***
Ini memang masih minggu sore, walau bulan numpang ngeksis di ujung langit sana. Alan yang berniat buat malsin *malam senin* akhirnya mengurungkan niatnya. Iya, karena dia tahu dirilah. Mana mungkin sesudah tidur satu hari penuh terus makan nasgor yang siap saji di meja terus masih kepengin jalan bareng teman... Nyari mati, eh?
 “Perlu refresh...”, katanya sambil membuka jejaring sosialnya tanpa sign in. Fesbuk memang sudah terpasang secara otomatis di lepinya, ya dia nggak pernah ngeluarin akunnya sendiri. Sekalipun.
PLUNG. Satu obrolan melambai di sudut kanan bawah. Alan mengabaikannya. Ia lebih tertarik pada notice yang menampilkan empat permintaan pertemanan, dua pesan, dan duapuluh delapan pemberitahuan. Ia menemukan satu wall dari Qkkkuuu ssi AkuPenjuchaKo0micBingitts, disertai banyak komentar di bawahnya. “Mau nambah nelangsaku lagi?”, tanya Alan pelan.
Ia membuka profilnya sendiri, diliriknya gambar yang ditag si Aku. 
Ada gambar seorang bayi yang telunjuk kanannya menuding dahinya sendiri. Gayanya kayak orang memegang pistol gitu. Tak lupa ia melirik note bertuliskan Alay? Hak tiap orang dong! Jangan langsung nge-blame begitu mendengar, membaca, or melihat alay, okay?
Ini artikelnya.
Kemarin aku membaca postingan seorang teman. Ku anggap ia teman, meski ia tidak menganggapku begitu. Ada yang menarik di sana, curcolnya, ia sangat-sangat benci dengan ke‘alay’an. Bagaimana bisa, alay menjadi satu hal yang menonjol saat ini? Bahkan bukan untuk gaya menulis saja, gaya bicara dan gaya berpakaian juga dibuat sealay mungkin.
“Ehhhh? Kayaknya aku kenal tulisan ini...” Alan mengangguk-angguk. Agak setuju dengan pernyataan penulisnya.
ALAY. Ini singkatan yang aku buat,
A : Aslinya pengin dapat perhatian,
L : Lalu bikin kehebohan,
A : Apapun yang ia lakuin, hasilnya selalu berlebihan,
Y : Yaaa, misalnya nih suka ngomong “cemungudh eaaa qaqaaaaq~”
Kira-kira begitu sih singkatan yang paling pantas untuk menggambarkan anak layangan alias alay. Terlebih jika ditilik dari sebutan yang dipakai yaitu layangan. Mungkin sebelum alayers lahir ke dunia, Ibu mereka mengidam satu hal yang sama. Apalagi kalau bukan main layangan dengan daster bermotif banyak bunga-bunga. Ditemani dengan suaminya yang diminta memakai sepasang pakaian bermotif banyak bunga-bunga juga. Lalu mereka pergi ke italia. Dengan sengaja menjatuhkan diri di atas rerumputan gunung yang banyak bunga-bunga *baca kalimat terakhir dengan nada sing a song yang sudah pasti kalian tahu*. Entahlah, pikiran  alay memang sulit ditebak.
Saya jabarkan saja, kemungkinan yang menyebabkan seseorang bertingkah alay.
Pertama, kurangnya kasih sayang yang ia terima semasa hidupnya. Ya, ia merasa tidak seorangpun menyayanginya. Jadi ia mengupayakan segala cara supaya orang lain bisa melihat dirinya, dengan cara menampilkan keunikan yang ia punya. Unik sih gak papa kalau itu menarik, lha ini bukannya unik malah bikin orang mendelik!
Kedua, ia merasa tidak seorang pun rindu atas ketidakhadirannya. Apalagi dirindu, disayang saja tidak!
Ketiga, Ia merasa iri dengan kehidupan orang lain. Ia ingin seperti orang lain, namun tidak mampu!
Keempat, karena dasarnya alayers memang GILA! Mau dinasehatin apapun nggak akan mempan!
Dan menurutku,
Alay itu bikin semua panca indera terganggu, alay juga bikin kemampuan membaca terrasa lemah*?*. Alay adalah iblis dari perbendaharaan kosakata Bahasa Indonesia. Alay adalah nerakanya dunia anak sastra. Karena apa? Yah, karena bahasa alay akan meracuni pikiran anak remaja dalam menulis... Tentu!
So, aku  secara resmi mengumumkan, ‘MARI KITA BASMI ALAYERS BIAR NGGAK EKSIS LAGIII!’
SEKIAN.
Alan mengernyitkan dahi.
“Ini kan tulisankuuuuu???” Ia mendekatkan wajahnya ke layar monitor yang menyala. Diliriknya sumber artikel di pojok kanan bawah.
@SIALAN. Ya, itu username yang dia pakai ketika berjalan di dunia maya. SIALAN, artinya si alan. Nama aslinya.
‘Apa maksudmu re-posting tulisanku di fesbuk? Tanpa permisi pula! PLAGIAT!’ Alan mengirim pesan ke pemilik akun Qkkkuuu ssi AkuPenjuchaKo0micBingitts.
PLUNG. Si Aku ini memang lagi online.
‘Aku bukan plagiat. Dan betul aku belum meminta ijin posting tulisanmu. Aku meminta maaf untuk itu. Aku tidak bermaksud apa-apa. Tapi, sekali lagi, aku bukan plagiat. Aku sudah memberi keterangan bahwa tulisan ini milikmu. Pojok kanan bawah. Kau lihat itu kan?’
‘Yang namanya plagiat tetep aja plagiat. Nggak usah nyari alasan!’ Alan mengeklik mousenya keras. Ia meninju tembok di samping kanannya.
“Ouch. Sakiiit” Dielus buku jari kanannya. Ia off dari fesbuk.
“Huh!” Alan beranjak ke kasur.
Sepertinya Alan tidak menyadari satu hal. Balasan dari pesan yang dikirim si Aku. Gaya tulisannya normal. Tidak ada singkatan dan sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan. Font sizenya juga normal, tidak ada yang tiba-tiba besar kemudian kecil atau malah sebaliknya. Alan hanya peduli dengan isi artikel tadi. Ia terlalu mendidih untuk mengurusi gaya tulisan yang dipakai si Aku. Padahal biasanya ia orang nomor satu jika menyangkut ketidakwajaran seseorang dalam menulis. Untuk menentang,  pastinya.
***
Hari ini Alan tidak ada mud untuk membuka fesbuk. Ia lebih memilih membuka blog pribadinya. Terlihat berbagai tulisan ‘ALAN BUKAN ALAY’ memenuhi semua ruang blognya. Warna-warni. Ia merasa sangat puas untuk hal itu.
Ia melihat ada komentar di box chat miliknya. @siaku, Kamu segitu bencikah dengan alay? Sampai blogpun dibikin jaring ‘alan bukan alay’.
“Gila nih orang. Di mana aja nongol!” Alan melihat postingan tentang artikel alaynya yang direposting si Aku. Ada komentar juga di bawahnya.
Aku benar-benar bingung dengan kebencianmu itu. Benci sih boleh, tapi jangan keterlaluanlah. Pertama kali aku buka blog ini, jujur tenggorokanku langsung kering! Rasa haus menyelimuti tenggorokanku. Mungkin karena tidak ada lagi air liur yang bisa ku telan? Hm, kamu ini sudah masuk level 10 lho untuk rasa bencimu. Berkoar tentang rasa bencimu ke sosmed mana saja. Ya blog, fesbuk, twitter, instagram, path, dan bahkan friendster. Aku tahu itu, karena tak sengaja kubuka friendstermu.
“Heeee? Dasar stalker! Mana ada yang kebetulan buka gituan ? ”
Kupikir sudah waktunya kamu pergi ke dokter. Cobalah konsultasi masalah kejiwaanmu...
“Kamu pikir aku GILAAA?”
Ya, kamu memang sedikit gila.
“WHAT?!” Serasa ada obrolan antara komentar dan Alan.
Kelakuanmu bahkan lebih buruk dari mereka yang kamu sebut alay. Perhatikan dirimu! Kamu begitu terobsesinya untuk memusnahkan alay. Sampai-sampai bikin baju bertuliskan MAMI ALAY alias Mari Basmi Alay. Menurutku sih, bukannya ngilangin alay tapi kamu sendiri akan dicap maminya alay. Dan aku tahu design bajumu, karena tak sengaja kubuka foto-foto di fesbukmu.
“Nggak sengaja? Nyari mati???”
Kamu itu yang cari mati. Mungkin secara fisik nggak ada yang akan nyerang kamu. Karena tahu wajahmu saja tidak. Tapi coba lihat lebih dalam dampak kebencianmu itu! Pembaca pasti mengira kamu orang aneh nggak punya kerjaan. Ngapain ngurus orang alay? Memangnya mereka mengganggumu? Ups, maksudku mengganggu dalam hal nyata lho ya. Dibully, mungkin? Pernah nggak? Kalau belum, hentikan sikap nggak dewasamu itu!
Menurutku, kamu itu yang berlebihan. Bikin atribut ini itulah yang pikirmu bisa melenyapkan alayers. Helllooo? Memangnya mereka peduli keinginanmu itu? Nggak ngaruh, tahu! Malahan mereka bakal lebih gencar lagi bikin banyak kealayan di muka bumi ini. Tujuannya cuma satu, biar kamu tambah kesal!
 Takutnya nih, akan ada banyak yang balik membenci kamu, melacak keberadaanmu, lalu dilaporkan ke pihak berwajib, kemudian dihukum atas kasus ‘Pendiri Organisasi MAMI ALAY, Meresahkan Dunia Alay’. Bisa jadi, kan?
Renungkan nasihatku!
Alan diam. Ia hanya diam. Beberapa waktu ke depan ia tetap diam. Satu jam, dua jam, tiga jam, hingga tak terhitung jumlah jam. Ia masih diam. Ia memikirkan segala usaha yang dilakukannya selama ini. Mami alay, artikel benci alay, update status benci alay, bikin foto-foto benci alay, jualan aksesoris benci alay, dan masih banyak yang lainnya. Itu semua nggak ada yang laku. Dan memang banyak juga yang sudah mencaci maki dia. Tapi Alan selalu menulikan diri, balik membungkam mereka dengan cara yang hanya ia dan Tuhan yang tahu.
“Hm, benarkah aku sudah keterlaluan?” Alan melirik komentar @siaku. Banyak yang nge-like tulisannya. Alan jadi sedikit merinding. Ia segera mengirim pesan ke @siaku.
Hei kamu. Sorry, ye. Mungkin memang aku terlalu berlebihan. So, tunggu saja. Besok aku akan beralih jadi, ALAN DUKUNG ALAY. Yaaah, karena ada yang bilang padaku, jika kamu melakukan kesalahan bayar dengan kebalikannya (kebalikan itu kebenaran, kan?). Maka segalanya akan berakhir baik-baik saja.
Seseorang di seberang sana, yang mengaku dirinya memiliki akun @siaku, hanya bisa menggelengkan kepala. “Tobat... Tobat...”
***

1 : lirik lagu way, dipopulerkan oleh super junior

Tidak ada komentar:

Posting Komentar